ASKEP SPONDILITIS
A. Konsep Dasar1. Pengertian
Spondilitis  tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi  granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium  tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah.
a. Anatomi dan fisiologi
Kolumna  vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung  yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas,  membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula  spinalis. ( John Gibson MD, 1995 : 25 )
Kolumna  vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di hubungkan oleh  diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing - masing vertabra di  bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan ditutupi  oleh selaput tipis tulang kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
- 7 ruas tulang cervikal
- 12 ruas tulang thorakal
- 5 ruas tulang lumbal
- 5 ruas tulang sakral (sacrum)
- 5 ruas tulang ekor (coccygis)
Vertebra dan persendiannya.
Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti :
Korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak melengkung diatas dan bawah .
Arkus vertebra terdiri dari :
1. Pedikulus di  sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang kebelakang dari  korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra membentuk foramen  intervertebralis.
2. Lamina di  sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke belakang dan ke  samping bergabung satu sama lain pada sisi yang berbeda.
Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada bagian depan, pedikulus di samping dan di belakang.
Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra , di dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.
Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus yang serupa pada vertebra diatas dan dibawah.
Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara tranversal.
Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
Diskus  intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan korpus dari dua  takik vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan  fibrokartilago yang berbentuk cincin pada bagian luar, dan nukreus  pulposus, substansi semi-cair yang mengandung beberapa sarat dan  terbungkus di dalam anulus fibrosus.
Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a) Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian depan korpus vertebra
b) Ligamentum  longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian belakang dari  korpus vertebra ( yaitu didalam kanalis vertebra ).
c) Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan mengelilingi persendian processus artikuler.
Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervucalis  bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus tranversus  yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( didalamnya  terdapat arteri vertebralis ) dan berakhir dalam dua tuberkolosis.
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah menjadi lebih besar.
Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya  berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan  kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil,  prosesus panjang dan mengarah kebawah, sedangkan prosesus tranversus ,  yang membantu faset persendian untuk iga.
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
Vertebra  lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar  dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti  ginjal, prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil,  prosesus
tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.
Sakrum atau tulang kelangkang.
Tulang sakram  berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah kolumna vertebralis,  terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa ) dan  membentuk bagian belakabg rongga pelvis ( panggul ). Dasar dari sakrum  terletak diatas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan  membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi anterior dari basis saklrum  ,membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah  kanalis vertebralis ( saluran tulang belakang ) dan lanjuan dari  padanya. Dinding kanalis sakralis berlubang - lubang untuk dilalui saraf  sakral. Prosesus spinosus yang indemeter dapat dilihat pada pandangan  posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan  memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat  penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap  sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf.  Lubang - lubang ini di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan  tulang koksigius. Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan  membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.
Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus  terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung  menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum ( Evelyn C pearce  1989 : )
b. Patofisiologi
Spondilitis  tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder  dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga  terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari  infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi  TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi  lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari  jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan  tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan  granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para  vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum  longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh  karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan  terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
c. Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang  sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau  perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu  menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit  ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut  akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara lain :
1) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses  penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia,  sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien  akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2) Pola aktifitas.
Sehubungan  dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien  membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan  aktifitas fisik tersebut.
3) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah  keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan  merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi  aktivitas rutin dalam keluarga itu.
B. Asuhan Keperawatan
Proses  keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan  keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan  yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan  diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (  Lismidar, 1990 : IX ).
Pengkajian.
Pengkajian  merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di  lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri  arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat  tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap  pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data,  pengelomp[okan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 :  1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis  pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga  maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan  cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas  klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status  perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan  diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama  pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian  bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat  dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri  dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada  saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut  klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah,  sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang  terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di  dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis  paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien  dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya  adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang  menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang  menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan  merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan  sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan  perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah  cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai  penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan  medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien  tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien  mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah  persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya  riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang  mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari  proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia.  Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien  akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994  : 144)
c. Pola eliminasi.
Klien akan  mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar  mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata  laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus  ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien  tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan  dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta  penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi  aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas  fisik tersebut.
e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri  pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan  menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk  rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani  peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun  masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.
i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual  klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara  waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan  perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari  tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.
j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan  stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres.  Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan  bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam  kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia  sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam  hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres  dengan percaya pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. ( Abdurahman, et al 1994 : 145 ).
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.
- Terdapat penyempitan diskus.
- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
- Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa.
Setelah data di  kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang  didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan  objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran  dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa  data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim, et  al 1994 ).
Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan  merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata maupun  potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya  dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim  Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
Perencanaan Keperawatan.
Perencanaan  keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di  laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa  keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan  klien. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a. Diagnosa Perawatan Satu
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi  batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun posisi  menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta  ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
4. Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.
b. Diagnosa Keperawatan Kedua
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.
1) Tujuan
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang
2) Kriteria hasil
a. klien melaporkan penurunan nyeri
b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
4) Rasional.
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif  seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan  mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
c. Diagnosa Keperawatan ketiga
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan  komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta  berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body  image.
4) Rasional
a. meningkatkan harga  diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan  perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
d. Diagnosa Keperawatan keempat
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
3) Rencana tindakan
a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
Pelaksanaan
Yaitu perawat  melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di  implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a. tindakan keperawatan mandiri
b. tindakan keperawatan kolaboratif
c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
Evaluasi
Evaluasi adalah  perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang  dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
a. pencapaian kriteria hasil
b. ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan
c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:
1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman .
2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3. Nyeri dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
5. Memahami cara perawatan dirumah
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar